Xiaomi mendaftarkan gugatan terhadap Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan Amerika Serikat. Langkah ini mereka lakukan dikarenakan pada masa kePresidenan Donald Trump, Xiaomi disebut memiliki hubungan kerjasama dengan militer China. Oleh sebab itu, karena dasarnya tidak jelas, mereka menggugat Amerika agar perusahannya tidak di divestasi.
Dalam gugatan tersebut Xiaomi memasukkan nama Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen sebagai tergugat. Xiaomi menyebut keputusan pemerintah AS memasukkan Xiaomi dalam daftar tersebut sebagai suatu tindakan yang tak dilandasi hukum dan tak konstitusional.
Mereka pun kembali menyerukan kalau Xiaomi tak ada hubungannya dan tak dikontrol oleh militer China manapun. Dimasukkannya mereka ke dalam daftar larangan investasi itu berdampak langsung dan tak bisa diperbaiki bagi mereka. Pengambilan keputusan dalam perusahaan Xiaomi, dalam gugatan tersebut, disebut 75% berada di tangan pendirinya, yaitu Lin Bin dan Lei Jun. Serta tak ada kepemilikan ataupun kontrol dari individu ataupun organisasi yang terkait dengan militer.
“Hubungan strategis perusahaan dengan institusi finansial asal AS — yang sangat penting bagi Xiaomi untuk mendapat akses ke dana yang dibutuhkan untuk tetap tumbuh dalam pasar yang kompetitif — terdampak secara signifikan,” tulis Xiaomi dalam gugatan tersebut.
Masuknya Xiaomi dalam daftar ini membuat mereka tak bisa menerima investasi dari perusahaan asal Amerika Serikat. Sementara itu, perusahaan asal AS yang sudah terlanjur berinvestasi di Xiaomi harus melakukan divestasi, paling lambat pada 11 November 2021.
Hanya saja, nasib Xiaomi lebih baik ketimbang Huawei yang masuk dalam Entity List. Karena Xiaomi tetap bisa menggunakan komponen dan teknologi asal AS, sementara Huawei tidak bisa. (source: detik).